Sebenarnya Ingin Kulepas Topeng Ini

"Ton, bangun.. "
( Ahhhh.. siapa yang memanggilku? kayaknya saya kenal.. )

"Duh susah amat bangunin nih anak"
(Suara itu lagi... siapa dia?.....)

Plaaak!! plaaak!!

"Wuuaaahh !!" saya eksklusif terduduk dan berteriak. Pipiku terasa panas.
Begitu saya menoleh ke samping, tampak olehku wajah manis tersenyum menyerupai tanpa dosa.. apa mungkin dia telah lupa telah menampar wajahku barusan?
"oh.. ternyata hanya kamu, Rin", kataku dengan nada datar
"apa maksud nada datarmu itu??", ungkapnya bersungut-sungut.. "kamu ingin orang lain yang tiba dan menampar pipimu?"

"ya itu masalahnya.. kenapa kau tidak membangunkan saya hanya dengan belaian lembut di pipi? dasar nenek sihir..." kataku lagi dengan datar.
"APA !!?" ekspresi ririn menyerupai ingin memakanku hidup-hidup.
"Lagian kenapa kau dikamarku sekarang? bukankah tidak baik jikalau hanya ada 2 orang pria dan wanita berada berduaan di dalam kamar?.." potongku sebelum dia melempar sesuatu kearahku.

"Siapa bilang cuma kalian berduaan saja?" tanya seseorang
serta merta saya menoleh agak kebelakang..

(Tentu saja... harusnya saya ingat... Dimana ada Ririn, niscaya ada Hendra juga. Dan sekedar kalian tahu saja, kami bertiga ialah sahabat karib semenjak SMP. Kata orang sih kita bertiga pasangan yang aneh.. ya masuk akal saja sih mereka bilang begitu. Aku yang easy going dan cuek, Hendra yang ganteng, damai dan terencana, serta Ririn yang manis, anggun, tapi mematikan... bagiku sih begitu..)

"Bagaimana kalian dapat masuk ke kamarku? pintunya kan terkunci?" tanyaku kemudian. Aku gres ingat bahwa pintu kamarku masih saya kunci dari dalam.
"Tuh.... jendela kamarmu terbuka" ucap hendra enteng.
"kalian ganti profesi jadi garong ya?"
"Ibumu yang menyuruh kami lewat situ. Kata dia percuma Jika membangunkan kau dari luar kamar"

(Sial.. tampaknya saya justru menambah permasalahan gres dengan memberi jendela untuk kamarku. Ya, gres 2 ahad yang kemudian saya menambah jendela itu)

"Trus.. ngapain kalian kesini?"
"Eehhh?! kau lupa ya? Kalian berdua kan komitmen mau nemenin saya cari kaos di TP" kata Ririn dengan lisan monyong menyerupai duffy duck.

(Betul juga.. dia minta ditemenin cari kaos di Tunjungan Plaza.. saya sungguh lupa Jika hari ini. Dan saya benci sekali Jika harus nemenin Ririn ke mall. Bukan alasannya apa, masa hanya cari kaos sebiji saja harus keluar-masuk seluruh counter kaos di mall)

"Kenapa kau tidak minta dianterin cowokmu ini saja?" kataku sambil menunjuk hidung Hendra. "Kenapa saya harus ikut?", lanjutku.

"Tidak.. tidak.. tidak.. Kita bertiga ialah sahabat. Dimana ada aku, disitu juga ada kalian...." Ririn tersenyum manis.

(Aahh, Rin..... Kita bertiga memang sahabat, tapi tidak sama menyerupai dulu. Sekarang kau bukan milik "kami" lagi, tapi kau hanya jadi milik "dia".
Seandainya saja kalian berdua tahu perasaanku sekarang, Rin... wajahku memang tersenyum tapi hatiku sedih.. wajahku memang tertawa tapi hatiku menangis...
Ingin rasanya saya buang topeng di wajahku.. ingin rasanya saya tunjukkan perasaanku kepada kalian.. saya ingin teriak dihadapan kalian wahai sahabatku.. saya ingin berteriak bahwa saya juga menyayangi Ririn...)

Suatu saat.. suatu dikala niscaya akan saya lakukan. Aku sudah menimbun keberanian. Aku sudah menimbun keyakinan. Aku sudah siap menghadapi konsekuensi yang bakalan saya terima terhadap persahabatan kita.

Suatu saat.. dan itu pasti..)

"Okelah.. saya akan ke dapur dan berbagi kalian berdua, pangeran-pangeranku yang tampan, kopi panas yang nikmat." Ririn eksklusif pergi ke dapur menemui ibuku.

"Kamu tau, Ton, kami bahagia punya sahabat kamu." ujar Hendra tiba-tiba sambil menatap pintu daerah Ririn keluar.

(HAH??)
"kamu kesurupan ya?" candaku datar

"Nggak lah.. justru saya berterima kasih alasannya kau udah kasih saya keberanian, hingga saya dapat jadian ama Ririn." Hendra tersenyum

(Itulah kebodohanku, Ndra.......)

"Awalnya sih kami takut jikalau hubungan saya dan Ririn dapat merusak hubungan persahabatan kita bertiga.............."

(Lantas kenapa tetap kalian lanjutkan hubungan kalian?....)

"Terutama Ririn.. bagi dia, kau ialah seorang abang yang dia idolakan. Setiap apapun yang dia ceritakan, niscaya ada kau di dalamnya. Sepertinya kau ialah the center of her universe. Terkadang saya hingga cemburu mendengarnya....."

(Hanya sebagai kakak?)

"Sebenarnya bagiku juga, Ton", lanjut Hendra, "Mungkin bagi orang lain saya tampak sempurna, tapi sebetulnya tidak. Kamulah yang sering memotivasi aku.. kamulah yang sering membantu saya mencari jalan keluar.. You're the greatest, man..." ungkapnya sambil memukul ringan pundakku.

(. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)

"Kami hanya minta 1 hal saja ke kamu, Ton.. tetap jadilah sahabat kami.." Tatapan Hendra serius namun penuh pengharapan.

(Sial.. sial.. sial.. Inilah yang saya takutkan....)

"Hai !! usang menunggu ya? tadi kelamaan bercanda dengan Ibu. Nih kopinya.." Ririn tiba-tiba masuk dengan membawa 2 cangkir kopi.

Aku hanya dapat garuk-garuk kepala dan tersenyum..
"Tentu, Ndra... Tentu.. "

Hendra juga tersenyum. Hanya Ririn saja yang kebingungan memahami apa yang sedang terjadi.

"Aku mandi dulu.. kau jangan coba-coba ngintip aku, Rin" kataku sambil ke kamar mandi.
"Wuuueeekkk !! siapa juga yang minat... " balas Ririn

(Orang kurang arif tetaplah orang bodoh... tampaknya saya harus tetap Menggunakan topengku demi kalian berdua.. ya sudahlah..)

Catatan penulis :
Jika ada yang bertanya "kok cerpennya pendek amat?"
jawabannya ialah : namanya juga CERPEN, ya niscaya pendek. Jika kepanjangan ntar namanya jadi CERPAN.. apalagi hingga bersambung, ntar namanya jadi CERBER....

#sruput kopi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sebenarnya Ingin Kulepas Topeng Ini"

Post a Comment